Hari-hari terakhir, pasca diterbitkan sertifikat merek
oleh Departemen Hukum dan HAM
(Depkumham), jujur saja, sulit rasanya
menjumpai wisdom di Surabaya, khususnya diseputaran perbincangan Persebaya.
Baik manajemen, bonek maupun elemen
lainnya. Yang ada, justru rasa miris dan ngeri. Kenapa? Di beranda facebook,
twitter dan jejaring sosmed lainnya, begitu mudah dijumpai hujatan, cacian dan makian. Kasak kusuk dan saling curiga terbangun.
Khususnya pada manajemen yang dalam hal ini, terwakili pada
sosok Saleh Mukadar dan Cholid Ghoromah.
Ya, dua orang ini memang menjadi ‘bintang’ di Persebaya saat ini, pasca
kemenangan hak merek. Maklum, Saleh menguasai 50 persen saham Cholid 30 persen
dan koperasi klub anggota 20 persen.
Komposisi yang dirasa tak adil ini, pada akhirnya menjadi
isu sensitive. Jauh, sebelum turunnya sertifikat merek ini, isu ini selalu yang
dipakai pihak rival, untuk memperlemah gerakan arek-arek bonek 1927. Loyalitas
dan perjuangan yang ditunjukkan pada
Persebaya (1927) dianggap semu karena pada hakikatnya PT Persebaya Indonesia
hanya dimiliki sosok Saleh dan Cholid. Beruntung, arek-arek tak goyang oleh isu ini.
Apalagi, setelah Saleh membuat pernyataan hitam putih, kesediaan menyerahkan 50
persen saham miliknya ke klub anggota. Kabarnya, surat pernyataan itu ada di
tangan Cak Andi Peci dan Cak Joner (mhn klarifikasi kalau salah).
Pasca 21September,
ini tanggal keluarnya sertifikat, isu
urusan saham ini, kembali mencuat. Entah
bagaimana ceritanya, yang terrekam di pemberitaan media dan sosmed, ada arus
kuat agar Bonek diberi kesempatan dapatkan saham kepemilikan . Eh, di sisi
lain, manajemen menutup diri, menegaskan tak ada pintu untuk datangnya ‘orang
baru’ dalam komposisi saham PT Persebaya Indonesia.
Dan, distorsi pun kemudian di mulai. Entah bagaimana,
statemen aslinya seperti apa, yang terjadi hujatan dan cacian mengalir begitu
derasnya. Bonek dan Manajemen pun
berada di simpang berbeda dan dalam
posisi berhadap-hadapan. Saling ancam dan kecam pun mewarnai.
Well, mari kita
kembali ke pertanyaan seperti judul di tulisan ini; Benarkah Hari Kemenangan Itu
telah Tiba? Sehingga manajemen dan bonek yang awalnya satu
menjadi terbelah seperti sekarang ini? Apalagi, oleh isu urusan rebutan saham seperti ini? Saya yakin, ini bukan keinginan teman-teman
bonek. Tapi, opini yang berkembang di luar, tak disangkal mengarah ke sana. Bonek minta saham dan
Manajemen Persebaya menolaknya. (Ini analisa dari rekam media dan persepsi yang
ditimbulkannya).
Jujur saja, jika keluarnya sertifikat merek Depkumham,
sebagai hari kemenangan, rasanya kok jauh banget. Menurut saya, sertifikat itu
justru menandai awal perjuangan baru. Yang, awalnya digalang dari jalanan –lewat
aksi demo bonek- mengarah pada ranah hukum, legalitas formal. Ingat, PT
Persebaya Indonesia masih
bersengketa di pengadilan dengan PT
MMIB. Sertifikat itu, bisa memperkuat argument hukum yang disampaikan di
pengadilan. Bukannya menjadi akhir dari perjuangan. Bagaimana bila nanti
pengadilan ternyata menyatakan PT
Persebaya Indonesia kalah? Ini tentu, akan menimbulkan ketidakpastian lagi.
Sejatinya, sertifikat merek ini, bisa menjadi kartu truf di
pengadilan. Asal saja, tak keburu
dipublikasikan besar-besaran. Sepanjang, Senin, 21 September 2015 lalu, yang
saya amati di beranda facebook, manajemen dan bonek sepertinya saling berebut
untuk meng-upload keluarnya sertifikat ini.
Jika tak salah, diawali oleh akun Andi Peci, up load foto dirinya dengan
menenteng sertifikat. Selang beberapa jam kemudian, akun Saleh Ismail Mukadar upload
materi yang sama. Hanya saja, kali ini
jumlah personelnya lebih banyak.
Ada Andi Peci, Cholid Ghoromah dan beberapa orang. Petang hari, giliran akun Ram Surahman yang
up load sertifikat ini. Kali ini, yang nampang gambar Andi Peci dan Cholid.
Besoknya, Harian Jawa Pos mengulas panjang keluarnya sertifikat merek ini.
Di era yang sudah sangat terbuka seperti sekarang ini,
memang susah menghalangi atau membatasi soal-soal seperti ini. Tetapi, bagi
kepentingan perjuangan di pengadilan, ini jelas konyol. Ibarat senjata
pamungkas tapi sudah keburu dikasih tahu ke publik. Sudah pasti, pihak sebelah
akan merancang antisipasi untuk mematahkannya.
Apakah Hari Kemenangan Itu Sudah Tiba? Apa
yang didapat Persebaya ini belum apa-apa. Hanya selembar kertas sertifikat dari Depkumham. Itu pun sifatnya
tak permanen. Pihak yang dirugikan,
masih diberi ruang untuk mengajukan
gugatan. Nah, kalo kalah, bagaimana?
Cukup? Belum. Keluarnya sertifikat itu tak akan berarti
apa-apa bila muka lama masih bercokol di PSSI saat ini. Mau diakui hukum
atau tidak, bagi PSSI and gank, sudah
tak ada tempat bagi Persebaya Surabaya. Yang diakui hanya Persebaya versi
baginda (tahu kan maksunya?) Tak perlu legalitas atau alasan lain. Pokoknya TITIK. Nah, repot kan kalau kita sekarang terbelah
gara-gara urusan yang tak pasti. Padahal,
masalah besar sudah menghadang di depan.
Belum lagi, pergantian pucuk pimpinan Surabaya saat ini.
Risma lengser dan digantikan Pj yang
notabene orangnya Gubernur Soekarwo. Tahu sendiri, dimana posisi
Pak De ini dalam urusan dualisme
Persebaya?
Ayolah, kawan semua. Kembali kita merenung. Perjuangan masih
panjang. Butuh kekompakkan dan soliditas
semua untuk memastikan Persebaya eksis dan tampil di Kompetisi musim
depan. Kalau hanya kena embusan angin
surga seperti ini kita sudah terbelah, tentu ini menjadi berita gembira bagi musuh-musuh Persebaya
Surabaya.(bonekjabodetabek.com)
masukan dan diskusi kirim ke punggawabola@gmail.com